-->
Saturday 20 April 2013

:: berita aktuall :: Duo Bersaudara Bomber Boston: Ekstremis Nan Jenius

Liputan6.com, Boston : Pencarian pelaku Bom alias bomber di garis finis Marathon Boston dihentikan. 2 Pelaku telah dilumpuhkan. 1 tertangkap mati, yakni si pria bertopi hitam yang tertangkap kamera CCTV, Tamerlan Tsarnaev. 1 pria lainnya adalah si pria bertopi putih, Dzhokhar Tsarnaev, ditangkap hidup-hidup mesti mengalami luka. Keduanya bersaudara, kakak dan adik. Lalu Siapakah Tamerlan dan Dzhokhar?

Ekstremis
Sebuah esai foto yang diyakini sebagai profil Tamerlan menyebar di Internet. The Atlantic mengontak jurnalis foto Johannes Hirn, untuk memastikan identitas Tamerlan. Hasilnya, tempat kelahiran Tamerlan di Chechnya, usia dan namanya memang cocok dengan Tamerlan.

Dalam esai foto berjudul "Will Box for Passport" tersebut, Tamerlan mengatakan dirinya tak memiliki satu pun teman di Amerika Serikat.

"Saya tak punya satu pun teman di Amerika. Saya tak paham mereka." Pada posting lainnya, tulis Hirn, "Tamerlan mengaku lebih memilih bersaing untuk Amerika ketimbang untuk Rusia."

Pemuda yang dalam pencarian disebut sebagai 'Tersangka I' ini Tamerlan terlihat memposting sebuah video mengenai seorang penceramah ekstrem yang punya kaitan dengan Alqaeda di YouTube. Akun YouTube itu diyakini memang milik Tamerlan. Namanya juga cocok, dan dia sudah aktif selama lebih dari setahun.

Video-video yang diposting Tamerlan ke laman YouTube ini mungkin bisa mengungkap motivasi peledakan Bom Maraton Boston. Karena dalam video disebutkan pasukan siluman akan bangkit di Khurasan, Asia Tengah.

Rekam jejak Tamerlan lainnya: ia pernah ditangkap gara-gara kekerasan terhadap perempuan. "Pada 2009, Tamerlan ditahan karena kekerasan terhadap perempuan setelah menyerang teman perempuannya," lapor David Kenner dari Foreign Policy.

Tamerlan dikabarkan menjadi warga negara AS pada 11 September 2012, tapi laporan NBC ini dibantah karena menurut The Times, Tamerlan justru ditolak permohanan kewarganegaraannya karena kasus kekerasan terhadap perempuan itu.

Laporan lain malah menyebutkan, justru adik Tamerlan, Dzhokhar lah yang memperoleh kewarganegaraan pada tanggal tersebut.

"Dzhokhar mendapat green card pada 2007, dan menjadi warga negara naturalisasi pada 11 September 2012, sedangkan Tamerlan ditolak," kata ayah Tamerlan dan Dzhokhar, Anzor Tsamaev.

Namun berbeda dengan informasi yang dimuat NBC News, yang disebutkan bahwa Dzhokhar masuk ke AS bersama keluarganya antara tahun 2002 atau 2003. Sedangkan abangnya, Tamerlan menjadi warga negara AS pada 2007. Dzhokhar diketahui memiliki SIM Massachusetts.

Jenius, Tapi Bukan Religius
Berdasarkan sejumlah informasi, Dzhokhar adalah pemuda berusia 19 tahun asal Kyrgyzstan yang sudah tinggal setahun di Cambridge, Massachusetts.

Pemuda yang dalam masa perburuan disebut 'Tersangka II' atau bertopi putih ini adalah mahasiswa Universitas Massachusetts Dartmouth. Dia sudah setahun berada di Amerika Serikat.

Bisa dibilang Dzhokhar adalah seorang pemuda jenius. Dalam lansiran Boston.com, Pemerintah Kota Cambridge menganugerahkan beasiswa sebesar 2.500 dolar AS atau sekitar Rp 23 juta kepada Dzhokhar, pada 2011.

"Kota ini menganugerahkan beasiswa 2.500 dolar AS kepada 45 mahasiswa yang merupakan hasil sumbangan warga dan pengusaha. Sekitar 35 dari 45 beasiswa diberikan setiap tahun," tulis Brock Parker dalam keterangan pemerintah kota Cambridge.

Namun, berdasarkan pengakuan sang ayah, Anzor Tsamaev, baik Tamerlan maupun Dzhokhar bukanlah orang religius. Bahkan pamannya menyebut mereka pecundang. Sang paman berkata si keponakan pantas mendapatkannya.

"Tentu saja kami malu," kata sang paman, Ruslan Tsarni, yang tinggal di Maryland, AS. Dia mengatakan, keluarga Tsarnaev mendapat suaka di AS dan menegaskan bahwa keluarganya "sejak lama tak ada kaitannya dengan kedua bersaudara itu sejak lama...Pemboman itu tak ada kaitannya dengan Chechnya."

"Saya hanya ingin keluarga saya menjauh dari mereka," sambungnya. "Saya menghormati negeri ini (AS), saya mencintai negeri ini."

Menurut data pada akun Twitter dan Facebook, serta laporan media massa, teman-temannya Dzhokhar mengenalnya dengan panggilan 'Jahar'.

Dzhokar kini menjadi mahasiswa senior pada Cambridge Rindge dan Latin School. Dalam akun Facebooknya, disebutkan pendidikan terakhir Djohar di Cambridge Rindge and Latin School dan Boston adalah tempat tinggal terakhirnya.

Berkicau di Twitter
Dalam jejaring sosial itu, Dzhokar menyebut Islam adalah keyakinannya, sedangkan prioritas hidupnya adalah 'karier dan uang'.

Setelah terjadinya bom Boston, akun-akun Twitter palsu atas nama Dzhokar muncul. Tapi setelah melacak data dari Google Cache, dan kicauan-kicauan terakhir di Twitter, reporter teknologi Adrien Chen mengaku telah menemukan akun Twitter asli Dzhokhar.
Akun ini lalu dikroscek ke seorang teman Dzhokhar dengan Buzzfeed yang memastikan itu memang benar akun milik Dzhokhar. Seorang teman sekampusnya juga membenarkan itu adalah akun Dzhokhar. Akun ini diketahui aktif selama lebih dari setahun.

Beberapa saat setelah pemboman di Boston, Dzhokhar berkicau untuk mengomentari pengakuan salah seorang korban pemboman itu. Di sini dia mengeluarkan kicaun, 'cerita palsu!'

Juga setelah pemboman, Dzhokhar menyampaikan kicauan lagi bahwa dirinya kini bebas dari stres. Kemudian pada malam usai pemboman terjadi, dia menyampaikan kicauan kepada semua orang untuk 'aman selalu'. Setahun lalu, dia memposting kicauan, 'Saya akan mati muda'.

Dalam media sosial, seorang teman sekampusnya mengomentari dia dengan kalimat berikut, 'Dia pendiam', sedangkan sang ayah menyebut dia mahasiswa kedokteran dan berhati malaikat.

Dijebak FBI?

Ayah Tamerlan dan Dzhokhar, Anzor sungguh tak percaya kedua anaknya bisa melakukan hal seperti itu. Ia menuding kedua putranya itu dijebak, namun ia tak menjelaskan secara detil tuduhannya itu.

Ia hanya mengatakan, jika putra keduanya juga tewas dalam penyergapan polisi, ia akan menganggapnya sebagai bukti adanya konspirasi.

"Jika mereka membunuh anak keduaku, aku akan tahu bahwa itu pekerjaan orang dalam, pembunuh bayaran. Polisi kambing hitamnya. Seseorang, organisasi tertentu di luar sana akan memburu mereka."

Yang mengejutkan, Anzor mengaku berkomunikasi sebelumnya dua putranya ditemukan polisi atau beberapa hari setelah insiden bom terjadi. "Semuanya baik-baik saja, Ayah. Baik-baik saja," kata dia menirukan perkataan dua putranya.

Jika bisa tersampaikan, Anzor ingin mengatakan pada putranya yang masih hidup, agar ia menyerah. "Menyerahlah, menyerah. Kau masih punya masa depan cerah. Pulanglah ke Rusia." Menurut Anzor, putranya Dzhokhar adalah "malaikat".

Anzor juga menyesalkan anaknya, Tamerlan yang tewas. "Aku sangat depresi! Mengapa mereka membunuh putraku? Pasti ada yang salah! Anak-anakku tak pernah mengebom. Mereka benci senjata, bagaimana mereka mengebom?" kata dia kepada People. Seharusnya aparat menangkapnya, tidak membunuhnya.

Hal yang sama juga diutarakan ibu duo bomber bersaudara, Zubeidat. Ia juga menudung FBI sengaja menjebak dua putranya.

Ia mengatakan, putranya, Tamerlan, menjadi religius 5 tahun lalu. Zubeidat mengklaim, ia dianggap sebagai "pemimpin" sebuah gerakan dan menjadi incaran FBI. "FBI tahu segalanya apa yang dilakukannya," kata dia. "Dua putraku sama sekali tak bersalah."

Zubeidat mengatakan, dua putranya sangat komunikatif dan sering menghubunginya, menceritakan apa saja yang terjadi dalam hidup mereka. "Anak-anakku tak akan menyimpan rahasia dari aku."

Begitu juga dengan bibi mereka. Ia malah menduga kedua keponakannya dijebak. Kepada Toronto Sun, sang bibi bernama Maret Tsarnev, menuturkan, "Dua anak lelaki dari abangku itu tumbuh demikian cepat. Reaksi pertamaku adalah, ‘Mengapa mereka melakukan itu?’ Tapi begitu saya mempelajari semua material, itu tak memberi alasan apapun…seluruh dunia kini menghakimi mereka berdasarkan apa yang mereka lihat, bukan apa yang mereka ketahui."

Kepada wartawan dan CNN, wanita ini menuduh kedua keponakannya dijebak orang. Wanita ini berkata, "Foto-foto dipertontonkan...mereka dijebak."

Misteri Yang Belum Terungkap!

Meski Dzhokar ditangkap hidup-hidup, belum terkuak apa motif. Dan apakah ia bersama sang kakak, Tamerlan bertindak sendiri, atau bagian dari sebuah jaringan yang lebih besar. Setidaknya ada 6 pertanyaan yang masih belum terjawab terkait sepak terjang dua bersaudara ini.

1. Bagaimana bisa seseorang yang tumbuh di AS menjadi pelaku teror?

Pernyataan ini juga membuat Presiden AS, Barack Obama heran. "Banyak pertanyaan yang belum terjawab. Mengapa orang-orang yang hidup dan belajar di negeri ini, juga termasuk warga kita, melakukan kekerasan," tanya Obama saat memberikan pernyataan terkait penangkapan terduga bomber Boston, seperti dimuat Huffington Post.
Ada Adam Lanza membantai 26 orang, termasuk ibunya dan 20 bocah polos siswa SD Sandy Hook. Atau James Holmes yang menyaru sebagai Joker dan memberondongkan senapannya di sebuah bioskop di Colorado.

Karena itulah, aparat AS sedang menyisir lalu lintas dunia maya Tsarnaev bersaudara, apakah mereka pernah berhubungan dengan para militan, atau mengunduh propaganda Al Qaeda.

2. Apa motif mereka melakukan teror?

Hingga kini belum jelas apa motif mereka melakukan aksi teror itu. Pihak aparat yang dipimpin FBI masih melakukan penyelidikan.

Namun, ayah dua terduga bomber, Anzor Tsamaev justru menuding dua putranya dijebak. Ia yakin putra-putranya itu tak bersalah. Anak-anakku tak pernah mengebom. Mereka benci senjata, bagaimana mereka mengebom?" kata dia kepada People.

3. Dari mana Tsarnaev bersaudara bisa merakit bahan peledak?

Dua buah bom yang meledak di ajang maraton di Boston, salah satunya menggunakan media panci presto yang diisi dengan sejumlah benda logam seperti paku, pelet atau gotri, yang dilengkapi sirkuit pemicu.

Nyaris tak masuk akal, pelaku bisa sukses meledakkan dua bom mematikan hanya jeda beberapa detik, tanpa sebelumnya berlatih atau melakukan praktek.

Memang, cara membuat bom bisa didapat di internet, namun membuat bom yang efektif membutuhkan keahlian khusus. Meski bomnya sempurna, tak dijamin ia bisa meledak sesuai yang direncanakan.

Tamerlan, terduga bomber, diketahui pernah ke Rusia baru-baru ini, ia tinggal 6 bulan di sana. Namun, apa persisnya yang ia lakukan. Apakah ia mendapat pelatihan dari militan Cechnya, masih jadi subyek penyelidikan.

4. Apakah dua bersaudara itu memang berniat mati?

Sebelum kejadian pemboman, dalam akun Twitternya, Dzhokar Tsarnaev menulis dalam huruf Rusia: "aku akan mati muda." Demikian diungkap situs Atlantic Wire.

Apalagi, dalam baku tembak dengan polisi mereka mengenakan jaket dengan bahan peledak. Seakan siap mati.

Itu yang membuat polisi meminta warga tak keluar rumah dan tak membukakan pintu untuk orang asing. Selama beberapa waktu, Boston bak "kota mati."

Meski tak sampai bunuh diri, Tamerlan ditembak senjata aparat -- setelah ia menewaskan petugas pengamanan kampus MIT. Sementara Dzhokar ditangkap hidup-hidup.

5. Mereka bertindak sendirian atau bagian dari jaringan teror?

Ini yang dilakukan dua bersaudara: dua pemboman yang menewaskan tiga orang tewas di Boston Marathon, penembakan seorang polisi di MIT, jangan-jangan ada yang membantu mereka?

Menurut aparat penegak hukum Boston, belum ada bukti soal itu. Apalagi ada contohnya: Mayor Nidal Malik Hasan bertindak sendirian membunuh 13 di pangkalan militer AS yang memiliki pengamanan ketat.

6. Apakah wajar kakak beradik bersama melakukan aksi teror?

Seperti dimuat CNN, jawabannya, ya. Serangan teroris paling mematikan dalam sejarah AS, 9/11 juga melibatkan tiga pasangan kakak-adik -- yang termasuk 19 orang pembajak pesawat: Waleed dan Wail al-Sheri, Hamza dan Ahmed al-Ghamdi, Nawaf dan Salem al-Hazmi. (Riz)

Powered by Blogger.

Blog Archive

Translate